Jakarta – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI mengumumkan hasil pengujian mi instan Indomie Rasa Soto Banjar Limau Kuit yang sebelumnya dilarang beredar di Taiwan karena diduga mengandung etilen oksida (EtO).
BPOM melakukan pengujian pada sampel produk dengan batch yang sama seperti temuan di Taiwan. Hasilnya, kandungan EtO dan 2-kloroetanol (2-CE) tidak terdeteksi.
“Hasil pengujian BPOM menunjukkan produk tersebut memenuhi syarat batas maksimal EtO dan 2-CE di Indonesia, yaitu di bawah 0,01 mg/Kg dan jauh di bawah batas maksimal yang ditetapkan Taiwan FDA,” ujar BPOM dalam keterangan resmi, Kamis (18/9).
BPOM juga memperluas pengambilan sampel untuk produk Indomie yang beredar di Indonesia dengan batch berbeda. Hasilnya tetap sama, EtO dan 2-CE tidak terdeteksi.
Klarifikasi ke Otoritas Taiwan
BPOM menyatakan akan melakukan klarifikasi kepada otoritas Taiwan terkait temuan kandungan EtO pada mi instan tersebut. Lembaga ini menegaskan komitmennya untuk mengawal ekspor dan menjaga reputasi produk pangan olahan Indonesia.
“BPOM mengimbau pelaku usaha memahami dan mematuhi regulasi negara tujuan. Kami siap memberikan pendampingan dalam pemenuhan standar internasional,” tegas BPOM.
Latar Belakang Larangan di Taiwan
Sebelumnya, otoritas Taiwan melarang peredaran Indomie Rasa Soto Banjar Limau Kuit karena ditemukan residu pestisida EtO. Berdasarkan laporan Centre for Food Safety (CFS) Taiwan, EtO terdeteksi pada bungkus bumbu penyedap sebesar 0,1 mg/Kg.
Menurut standar Taiwan, EtO dilarang dalam makanan dan tidak boleh melebihi 0,1 mg/Kg pada produk yang diizinkan.
Di Indonesia, EtO merupakan bahan terlarang sebagai pestisida berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43 Tahun 2019 tentang Pendaftaran Pestisida.
Pemerintah juga menetapkan batas maksimal residu EtO sebesar 0,1 mg/Kg melalui Keputusan Kepala BPOM Nomor 229 Tahun 2022 tentang Pedoman Mitigasi Risiko Kesehatan Senyawa Etilen Oksida.