Jakarta – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melakukan evaluasi cakupan imunisasi campak hingga tingkat rukun tetangga (RT). Langkah ini diambil menyusul tren kenaikan kasus campak di Ibu Kota.
Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Budi Setiawan, mengatakan evaluasi rinci diperlukan agar bisa terdeteksi wilayah mana saja yang belum tersentuh imunisasi.
“Kita harus lakukan evaluasi data sampai ke titik terkecil, bisa setiap RW atau RT. Itu akan terlihat wilayah mana yang masih belum tersentuh imunisasi campak, MR, dan lainnya,” ujar Budi, dikutip dari Antara.
Faktor Penyebab Rendahnya Imunisasi
Menurut Budi, ada beberapa penyebab rendahnya cakupan imunisasi di suatu wilayah, antara lain:
-
Warga yang menolak atau menunda imunisasi,
-
Tingginya mobilitas penduduk,
-
Kedatangan warga baru yang belum terdata dalam posyandu atau program bulan imunisasi anak sekolah.
Padahal, dalam dua tahun terakhir cakupan imunisasi campak dan rubella di DKI sempat melampaui 100 persen. Namun, hingga September 2025, cakupan baru mencapai 71,38 persen.
Lonjakan Kasus Campak
Meski cakupan imunisasi cukup tinggi, laporan kasus campak justru meningkat signifikan. Data Dinas Kesehatan DKI mencatat:
-
Januari 2025: 2 kasus,
-
Februari: 13 kasus,
-
Mei: 12 kasus,
-
Juni: 18 kasus,
-
Juli: 67 kasus,
-
Agustus: 93 kasus.
Per September 2025, total kasus campak di Jakarta mencapai 218 kasus. Kasus terbanyak berada di Jakarta Barat, terutama di kawasan Cengkareng dan Kelurahan Kapuk.
Meski begitu, Budi menegaskan tidak ada pasien dengan kondisi berat maupun kematian. Penanggulangan juga dilakukan dengan kerja sama lintas sektor.
Imunisasi Jadi Kunci Pencegahan
Budi menekankan bahwa imunisasi merupakan upaya pencegahan paling efektif. Imunisasi campak harus diberikan tiga kali pada anak, yaitu:
-
Usia 9 bulan,
-
Usia 18 bulan,
-
Saat duduk di kelas 1 SD.
“Evaluasi hingga tingkat RT penting dilakukan agar tidak ada anak yang terlewat dari imunisasi. Itu kunci perlindungan optimal,” tegas Budi.