Bandung — Dugaan tindakan represif aparat terhadap mahasiswa, termasuk masuk ke area kampus Universitas Islam Bandung (Unisba) dan Universitas Pasundan (Unpas) di Jalan Tamansari, Kota Bandung, Senin (1/9) malam, memicu kecaman dari berbagai kalangan.
Di Institut Teknologi Bandung (ITB), BEM KM menggelar aksi seribu lilin di Amphiteater ITB Jatinangor, Sumedang, Selasa (2/9) petang. Aksi ini diikuti mahasiswa dan civitas akademika sebagai bentuk solidaritas dan keprihatinan.
“Seribu lilin untuk keprihatinan, satu suara untuk perlawanan,” demikian tertulis dalam poster yang diunggah akun resmi BEM KM ITB.
Pernyataan Sikap BEM KM ITB
Presiden Keluarga Mahasiswa ITB Farrel Faiz Firmansyah menyebut peristiwa ini sebagai gambaran krisis demokrasi. Menurutnya, kekerasan aparat bukanlah hal baru, melainkan akibat pola kebijakan yang tidak konsisten.
Dalam sikap resminya, KM ITB mengajukan sejumlah tuntutan, antara lain:
-
Evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan pemerintah, termasuk peninjauan ulang UU TNI, RKUHAP, dan skema ketenagakerjaan.
-
Reformasi institusi keamanan dan penghentian represivitas aparat, serta pemberian keadilan bagi korban.
-
Pengawalan kebijakan pro-rakyat, seperti RUU Perampasan Aset, RUU Ketenagakerjaan, dan RUU Pemilu.
-
Perbaikan komunikasi publik pemerintah.
-
Jaminan kebebasan berekspresi di ruang publik tanpa intimidasi aparat.
-
Dukungan terhadap 17 tuntutan rakyat dalam 1 minggu dan 8 tuntutan dalam 1 tahun yang berkembang di media sosial.
“Pemerintah harus membuka ruang partisipasi, memperbaiki komunikasi, dan menghentikan pola represif agar krisis demokrasi tidak semakin dalam,” tegas Farrel.
Aksi BEM se-UI di Depok
Pada hari yang sama, Aliansi BEM se-UI menggelar pernyataan sikap di Tugu Makara, Kampus UI Depok.
Mereka menuntut pertanggungjawaban penuh Presiden Prabowo Subianto, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, DPR RI, TNI, dan Polri atas gejolak yang terjadi.
“Tercatat 9 rakyat Indonesia gugur dan ratusan lainnya luka-luka,” tulis pernyataan itu, sembari menyebut nama-nama korban, termasuk Affan Kurniawan, pengemudi ojek online yang tewas tertabrak kendaraan taktis Brimob.
Aliansi juga mengecam penyerangan ke area kampus Unisba dan Unpas. Mereka menuntut pembebasan massa aksi yang ditahan, serta menolak kebijakan pembungkaman informasi yang disebut tercermin dalam surat KPID No. 309/KPID-DKI/VIII/2025.
“Ini bentuk pembungkaman sistematis terhadap kebebasan pers,” tegas pernyataan BEM se-UI.
Respons Polda Jabar
Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Rudi Setiawan menegaskan penindakan aparat di Bandung sudah sesuai aturan. Ia menyebut demonstrasi melewati batas waktu yang ditentukan dan terjadi indikasi anarkisme.
“Kami berpedoman pada Perkap dan UU. Situasi saat itu membahayakan petugas dan masyarakat,” kata Rudi dalam konferensi pers di Mapolda Jabar, Selasa (2/9).
Ia menambahkan, tindakan aparat juga sesuai arahan Kapolri Listyo Sigit Prabowo dan Presiden Prabowo Subianto untuk menindak tegas aksi vandalisme.
Konteks Gelombang Aksi
Gelombang demonstrasi sejak 25 Agustus 2025 dipicu kekecewaan publik atas kenaikan tunjangan DPR. Situasi makin panas setelah tewasnya Affan Kurniawan.
Presiden Prabowo dalam konferensi pers 31 Agustus berjanji merespons aspirasi rakyat, termasuk pencabutan sejumlah fasilitas DPR. Namun, ia juga memperingatkan adanya indikasi makar di balik kerusuhan.
“Pemerintah menjamin semua aspirasi akan didengar,” kata Prabowo di Istana Kepresidenan.