Penulis : Redaksi

Jambi — Pemerintah Kota Jambi mengklaim telah melakukan efisiensi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025 sebesar Rp44 miliar. Namun, langkah tersebut menuai sorotan publik setelah dana hasil efisiensi justru dialihkan sebagai tambahan anggaran untuk sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD), yang dinilai melanggar aturan pengelolaan keuangan daerah.

Langkah efisiensi ini merupakan bagian dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD, serta Surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025. Secara nasional, efisiensi dilakukan pada 16 pos belanja, mulai dari alat tulis kantor, perjalanan dinas, hingga kegiatan seremonial.

Namun, berdasarkan rilis resmi Pemkot Jambi, dana efisiensi sebesar Rp44 miliar termasuk pemangkasan belanja di Sekretariat DPRD (Rp13 miliar) dan OPD lainnya dialihkan ke sembilan OPD. Data dari Koalisi Kedaulatan Rakyat Jambi (KKRJ) merinci alokasi tambahan anggaran sebagai berikut:

• Dinas PUPR: Rp17,31 miliar

• Dinas Perkim: Rp7,07 miliar

• Dinas Kesehatan: Rp7,07 miliar

• Dinas Pendidikan: Rp5,67 miliar

• Dinas Lingkungan Hidup: Rp2,63 miliar

• Dinas Perhubungan: Rp1,39 miliar

• Dinas Komunikasi dan Informatika: Rp575 juta

• Dinas Sosial: Rp563 juta

• Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak: Rp365 juta

Total penambahan anggaran mencapai hampir Rp41 miliar. Namun, KKRJ menilai penggunaan dana tersebut tidak mencerminkan kebutuhan prioritas masyarakat. Salah satu contohnya adalah anggaran Dinas Perkim sebesar Rp2,52 miliar untuk pemasangan lampu hias dan gapura. Di sisi lain, Dinas Sosial mengalokasikan Rp563 juta untuk verifikasi dan validasi data kemiskinan, yang dinilai tidak mendesak.

“Ini bentuk penyalahgunaan prinsip efisiensi anggaran. Dana efisiensi seharusnya digunakan untuk program prioritas, bukan untuk kegiatan simbolik,” ujar Christian Napitupulu dari KKRJ, Selasa (2/7).

Christian juga mempertanyakan legalitas surat keputusan Walikota Jambi tertanggal 17 April 2025 yang mengatur alokasi tambahan anggaran tersebut, mengingat Walikota baru dilantik pada Februari 2025 dan belum menerbitkan regulasi penganggaran resmi.

Menurutnya, kebijakan penambahan anggaran OPD tanpa persetujuan DPRD Kota Jambi berpotensi melanggar aturan. Sesuai regulasi, perubahan APBD termasuk pergeseran anggaran harus melalui pembahasan bersama DPRD, sebagaimana diatur dalam Pasal 163 PP Nomor 12 Tahun 2019, Pasal 316 UU Pemerintahan Daerah, dan Permendagri 15 Tahun 2024.

Atas dasar itu, KKRJ mendesak DPRD Kota Jambi untuk memanggil Walikota dan meminta klarifikasi atas kebijakan tersebut. “DPRD harus bersikap. Jika tidak, lembaga legislatif kehilangan fungsinya dalam pengawasan anggaran,” tegas Christian.

Hingga berita ini diturunkan, belum diperoleh pernyataan resmi dari pihak DPRD, maupun pihak Pemerintah Kota Jambi. (*)