Jakarta — Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli sudah menyalurkan Bantuan Subsidi Upah (BSU) 2025 kepada 2.450.068 pekerja bergaji Rp3,5 juta ke bawah dari total 3.697.836 penerima yang ditetapkan pada tahap pertama.
Sementara itu, sisanya sebanyak 1.247.768 penerima masih dalam proses pencairan.
“Dari jumlah penerima BSU tahap 1 yang ditetapkan sebanyak 3.697.836 penerima, sudah tersalurkan ke rekening penerima sebanyak 2.450.068 orang, dan sisanya 1.247.768 masih dalam proses,” kata Yassierli dalam konferensi pers di Kemnaker, Jakarta Selatan, Selasa (24/6).
Untuk tahap kedua, BPJS Ketenagakerjaan telah mengirimkan data sekitar 4,5 juta calon penerima dan saat ini masih dalam tahap verifikasi dan validasi.
Yassierli menyampaikan BSU ditujukan untuk membantu daya beli pekerja bergaji rendah, yang secara tidak langsung berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
“Tentu kalau kita berbicara karakteristik dari penerima BSU, mereka dengan gaji kurang dari 3,5 juta dan kemudian UMP, tentu BSU ini menjadi sesuatu yang penting bagi mereka,” ujarnya.
“Dalam diskusi-diskusi sebelumnya di Kemenko Perekonomian, memang sangat membantu dalam meningkatkan daya beli buruh dan pekerja,” imbuh dia lebih lanjut.
Ia juga memastikan tidak ada pemotongan dalam penyaluran bantuan ini.
“Sesuai dengan anggaran yang kami minta kepada Kementerian Keuangan, sebesar itulah yang kemudian diterima oleh para penerima upah,” ujar Yassierli.
Ia menambahkan seluruh proses dilakukan secara hati-hati dan administratif agar sesuai aturan dan transparan.
BSU tahun ini merupakan bagian dari kebijakan stimulus ekonomi kuartal II yang diumumkan Presiden Prabowo Subianto.
Program ini menargetkan 17 juta pekerja atau buruh dengan besaran bantuan Rp300 ribu per bulan selama dua bulan yang dibayarkan sekaligus, sehingga total yang diterima adalah Rp600 ribu per orang.
Adapun syarat penerima meliputi WNI yang memiliki NIK, peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan hingga April 2025, berpenghasilan maksimal Rp3,5 juta atau setara dengan upah minimum daerah, bukan ASN, prajurit TNI, atau anggota Polri, dan tidak sedang menerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) pada tahun anggaran berjalan.
