Jakarta — Perusahaan keamanan siber Kaspersky mengomentari dugaan 16 miliar data yang bocor imbas serangan malware infostealers secara global yang dilaporkan oleh riset Cybernews.
Data Kaspersky menunjukkan peningkatan 21 persen dalam deteksi serangan infostealers secara global dari 2023 hingga 2024.
Malware infostealer telah menjadi salah satu ancaman dunia maya yang paling meluas, menargetkan jutaan perangkat di seluruh dunia dan membahayakan data pribadi dan perusahaan yang sensitif.
Program berbahaya ini dirancang untuk mengekstrak kredensial, cookie, dan informasi berharga lainnya, yang kemudian dikumpulkan menjadi file log dan diedarkan di dark web.
Analis Digital Footprint di Kaspersky Alexandra Fedosimova menyebut 16 miliar data merupakan angka yang hampir dua kali lipat populasi Bumi, dan sulit dipercaya bahwa sejumlah besar informasi tersebut dapat terekspos.
Menurutnya, kebocoran ini merujuk pada kompilasi 30 pelanggaran data pengguna dari berbagai sumber. Kumpulan data (“log”) ini disebut diperoleh oleh penjahat dunia maya melalui infostealer dan insiden semacam itu terjadi setiap hari.
“Peneliti Cybernews mengumpulkan data ini selama enam bulan sejak awal tahun. Kumpulan data mereka kemungkinan berisi duplikat karena penggunaan kata sandi yang berulang di antara pengguna,” kata Fedosimova dalam keterangan yang diterima .com, Senin (23/6).
“Oleh karena itu, meskipun tidak ada basis data yang mereka temukan yang telah dilaporkan sebelumnya, ini tidak berarti kredensial ini sebelumnya tidak pernah bocor dari layanan lain atau dikumpulkan oleh infostealer lain,” tambahnya.
Fedosimova mengatakan hal tersebut secara signifikan mengurangi potensi jumlah data pengguna yang unik dan baru dalam kebocoran tersebut, meskipun menentukan perkiraan dan angka yang tepat sulit dilakukan tanpa analisis terperinci.
Lebih lanjut, Kepala Tim Riset dan Analisis Global Kaspersky (GReAT) untuk Rusia dan CIS Dmitry Galov menyebut riset Cybernews berbicara tentang agregasi beberapa kebocoran data dalam jangka waktu panjang. Hal ini, katanya, adalah cerminan dari ekonomi kejahatan siber yang berkembang pesat yang telah mengindustrialisasi pencurian kredensial.
