Jakarta — Iran mengancam akan menutup Selat Hormuz saat perang melawan Israel.
Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran disebut harus membuat keputusan akhir tentang apakah akan menutup Selat Hormuz setelah serangan bom AS ke negara tersebut. Keputusan itu harus segera dibuat menyusul parlemen yang dilaporkan mendukung penutupan Selat Hormuz.
Melansir Reuters, Minggu (22/6), keputusan untuk menutup selat tersebut belum final dan belum dilaporkan secara resmi bahwa parlemen telah mengadopsi rancangan undang-undang terkait hal tersebut.
Namun, salah satu anggota komisi keamanan nasional parlemen Esmail Kosari mengatakan hingga saat ini, parlemen telah sampai pada kesimpulan harus menutup Selat Hormuz, tetapi keputusan akhir berada di tangan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi.
Kosari juga menambahkan bahwa penutupan selat tersebut ada dalam agenda dan akan dilakukan kapan pun diperlukan.
Lantas bagaimana dampaknya jika Selat Hormuz ditutup?
Selat Hormuz di Teluk Persia merupakan jalur penting perdagangan dunia. Ancaman penutupan Selat Hormuz bisa berdampak besar karena merupakan salah satu jalur utama lalu-lintas rantai pasok minyak bumi dan gas alam.
Selat Hormuz terletak antara negara Oman dan Iran dan menghubungkan jalur laut sejumlah negara seperti Arab Saudi, Irak, Kuwait, Bahrain, Qatar, dan Uni Emirat Arab. Menurut Pemerintah Iran, selat itu dilalui kapal-kapal yang mengangkut lebih dari 17 juta barel minyak per hari.
U.S. Energy Information Administration (EIA) mencatat pada 2024, aliran minyak melalui Selat Hormuz rata-rata mencapai 20 juta barel per hari (bph), atau setara dengan sekitar 20 persen dari konsumsi cairan minyak bumi global.
Pada kuartal pertama 2025, total aliran minyak melalui Selat Hormuz tetap relatif stabil dibandingkan 2024.
Aliran minyak melalui Selat Hormuz pada 2024 dan kuartal pertama 2025 menyumbang lebih dari seperempat total perdagangan minyak global melalui laut dan sekitar seperlima dari konsumsi global minyak dan produk minyak bumi.
