Jakarta — China mewajibkan setiap orang yang mengakses internet menggunakan virtual ID. Aturan ini menambah ketat cengkeraman pemerintah terhadap aktivitas seluruh warga China di internet.
Sebelumnya, China sudah kewajiban pengecekan identitas di setiap platform daring. China juga mengaktifkan pasukan sensor yang bekerja setiap saat memblokir pesan atau akun yang mengkritik pemerintah sebelum menarik perhatian publik.
Dilaporkan CNN, China menerbitkan aturan baru tentang virtual ID pada Mei. Aturan ini efektif berlaku pada Juli mendatang.
Warga China tidak perlu lagi memasukkan informasi pribadi satu per satu untuk melalui pengecekan. Pemerintah China mensentralisasi pengecekan dengan menerapkan virtual ID.
“Melindungi informasi identitas warga da mendukung pengembangan ekonomi digital yang sehat dan teratur,” dikutip CNN dari aturan hukum baru China.
Meski terdengar heroik, aturan itu dinilai sejumlah pakar sebagai bentuk pembatasan kebebasan berpendapat. Virtual ID dinilai bisa menjadi jalan Pemerintah China membungkam warga negaranya dengan lebih kuat.
Xiao Qiang, ilmuwan kebebasan internet Universitas California, menilai sistem baru ini membuat Pemerintah China bisa memantau warga negaranya secara waktu nyata. Pemerintah juga dengan mudah memblokir siapa pun yang tidak sejalan.
“Sistem ini bisa secara langsung menghapus suara-suara yang tidak disukai pemerintah dari Internet sehingga ini lebih dari sekadar alat pemantauan. Ini adalah sebuah infrasruktur totalitarianisme digital,” ucap Qiang dilansir CNN, Jumat (20/6).
Dia mewanti-wanti sistem virtual ID memudahkan Pemerintah China memberangus kehadiran seseorang lintasplatform dalam sekejap.
Peneliti dari kelompok Pelindung Hak Asasi China Shanr Yi menyebut sistem ini memperluas kuasa Pemerintah China untuk “Bertindak sesukanya” di internet. Mereka bisa menelusuri jejak digital setiap orang dengan leluasa.
Haochen Sun, profesor hukum di Universitas Hong Kong justru meragukan klaim Pemerintah China bahwa virtual ID melindungi informasi pribadi masyarakat.
