Penulis : Redaksi

Jakarta — Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyentil vonis 10 tahun penjara Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh di tingkat kasasi. MAKI menilai Mahkamah Agung (MA) gagal memberikan teladan dengan disunatnya hukuman Gazalba.

“Ya mestinya hukuman Gazalba Saleh tuh 20 tahun, baru bisa dikatakan adil. Kenpa? Dalam pencucian uang itu kan maksimal 20 tahun. Nah dia sementara juga kena kasus korupsi, yang kalau kasus korupsinya suap aja ya lima tahun, tapi kalau gratifikasi hakim, misalnya 15 tahun,” katanya mengutip detikcom, Sabtu (21/6).

“Karena dua perkara, korupsi dan TPPU mestinya yang paling adil adalah 20 tahun, karena udah gabungan, nggak bisa 10, 12 atau 15 nggak bisa, mestinya 20 tahun,” lanjutnya.

Menurut Boyamin, Gazalba sepatutnya mendapat vonis 20 tahun penjara. Sebab Gazalba bukan hanya melakukan korupsi tapi juga tindak pidana pencucian uang (TPPU).

“Nah tadinya saya berharap hukumannya Gazalba Saleh dinaikkan jadi 20 (tahun) di tingkat kasasi Mahkamah Agung. Karena apa? Dia sewajarnya dan seharusnya itu. Karena dia melakukan dua perkara, selain korupsi, entah suap, entah gratifikasi ditambah lagi pencucian uang. Di mana hukuman hakim lebih berat lagi sebagai penerima suap maupun TPPU, jadi ya harusnya 20 tahun,” ujarnya.





Boyamin mengatakan vonis 10 tahun penjara tidak memenuhi rasa keadilan. Menurutnya, pemotongan hukuman penjara Gazalba menjadi 10 tahun tidak memberikan efek jera bagi para ‘hakim nakal’.

“Jelas itu tidak memenuhi rasa keadilan dan Mahkamah Agung tidak memberikan efek jera kepada hakim yang nakal. Kalau itu ancamannya 20 tahun kan apalagi ada tambahan denda-denda dan pengembalian itu lebih besar lagi, ya otomatis semua orang berpikir seribu kali kalau melakukan korupsi khususnya hakim,” ucapnya.

MA gagal beri teladan

Lebih lanjut, Boyamin menilai MA telah gagal membersihkan lingkungannya dari tingkat bawah sampai atas. Selain itu, MA juga dinilai gagal memberikan teladan terhadap pemberantasan korupsi.