Jakarta — Kementerian ESDM tengah menyiapkan aturan untuk mengolah bahan radioaktif seperti uranium yang ditemukan di Kalimantan Barat menjadi bahan baku Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034, PLN mencatat ada potensi energi nuklir berupa uranium/thorium sebesar 24.112 ton di Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat.
“Ini kita lagi siapkan PP-nya. Mudah-mudahan dari PP-nya itu bisa diimplementasikan untuk pemurnian pengolahan bahan radioaktif dan itu bisa dimanfaatkan untuk energi,” ujar Wamen ESDM Yuliot Tanjung di Kementerian ESDM, Jumat (20/6).
Menurut Yuliot, pemerintah tidak bisa langsung memberikan izin untuk menggarap wilayah yang memiliki potensi radioaktif.
Pasalnya, wilayah tersebut membutuhkan pengawasan lebih ketat dibandingkan wilayah pertambangan lainnya.
“Untuk wilayah usaha radioaktif, itu kan kita lagi tata itu perizinannya. Jadi kalau untuk yang berasal dari wilayah usaha pertambangan, itu ya memang agak ketat,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Kementerian ESDM nanti akan bekerja sama dengan kementerian lembaga lainnya untuk mengolah uranium menjadi bahan baku listrik. Tujuannya, agar pengolahan yang dilakukan tidak merusak lingkungan.
“Itu harus ada tim bersama, ada dari BRIN, kemudian ada dari Bapeten (Badan Pengawas Tenaga Nuklir), itu juga ada dari Kementerian ESDM, jadi kita juga memperhatikan dari aspek lingkungan,” jelasnya.
PLTN memang menjadi salah satu opsi yang dipertimbangkan untuk menyediakan pembangkit listrik baseload tanpa emisi gas rumah kaca (GRK), sesuai kebijakan dari Pemerintah.
Rencananya, pemerintah akan membangun PLTN dengan total kapasitas 500 megawatt (MW) pada periode 2025-2034.
Kementerian ESDM pun telah menetapkan pengembangan energi nuklir melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 85.K/TL.01/MEM.L/2025 tentang Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional.
(ldy/sfr)
