Jakarta – Warga adat Negeri Kaibobo, Kecamatan Kairatu Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku, memblokade jalan utama dengan batang pohon besar pada Kamis (25/9). Aksi ini memutus akses transportasi antar kabupaten di Pulau Seram.
Warga memprotes rencana pembangunan Batalion TNI Kodam XVI/Pattimura di atas lahan yang mereka klaim sebagai tanah adat.
Komandan Kodim Seram Bagian Barat, Letkol Inf Rudolf Faulus, turun langsung untuk meredam ketegangan, namun sempat terlibat perdebatan dengan sejumlah warga.
“Masalah ini bukan tempat penyelesaian dengan cara seperti ini, ini jalan umum,” kata Rudolf dalam sebuah video yang diterima media.
Perwakilan warga adat menegaskan sikap mereka. “Masyarakat Kaibobo tidak melawan aparat keamanan. Kami tetap pertahankan hak ulayat kami,” ucap seorang warga.
Rudolf menanggapi, “Kalau bicara adat, saya juga anak adat. Kamu tahu ini jalan apa? Ini jalan umum, bukan jalan Kaibobo.”
Warga pun menjawab, “Kami pertahankan hak ulayat karena pemerintah mengabaikan hak-hak adat kami. Kami rakyat kecil, jangan ditakuti dengan senjata.”
Raja Negeri Kaibobo, Alex Kuhuwael, yang ikut aksi menegaskan, pembangunan batalion harus dihentikan karena lahan yang dihibahkan pemerintah Desa Administrasi Waisamu bukan lahan milik desa tersebut. Ia menegaskan warga tidak akan menyingkirkan blokade sebelum Bupati Seram Bagian Barat Asri Arman datang menemui mereka.
“Aksi ini bukan untuk memicu bentrokan, tetapi menuntut hak ulayat yang diabaikan pemerintah daerah,” tegas Alex. Ia juga menduga penghibahan lahan oleh Kepala Desa Administrasi Waisamu ditunggangi oleh Kepala Desa Eti, yang berasal dari wilayah pegunungan Pulau Seram.
Bupati Asri Arman bersama Wakil Bupati Silfanus Kainama akhirnya mendatangi lokasi dan berjanji menyelesaikan persoalan tersebut. Mereka akan mengundang Kepala Desa Administrasi Waisamu, Kepala Desa Eti, dan Raja Negeri Kaibobo untuk membahas status lahan adat.
Asri meminta warga menahan diri agar tidak mengulangi aksi blokade jalan yang dapat mengganggu aktivitas masyarakat, termasuk akses pasien yang memerlukan perawatan medis.
“Mari kita bicarakan bersama. Usulan masyarakat Kaibobo akan kami tampung. Jangan ada lagi gerakan serupa, semua harus menahan diri,” ujarnya.