Penulis : Redaksi

JAMBI – Anggota Komisi XII DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Syarif Fasha, menyampaikan pertanyaan serius terkait hasil perdagangan karbon di Provinsi Jambi yang disebut-sebut mencapai angka Rp1,15 triliun.

“Tadi kami melihat, bahwa Provinsi Jambi ada kompensasi US$70 juta, berarti ada Rp1,15 triliun. Uangnya ada enggak itu, Pak?” tanya Fasha saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XII DPR RI bersama Deputi Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, beberapa waktu lalu, seperti dikutip dari situs resmi fraksinasdem.org.

Sebagai legislator yang mewakili Daerah Pemilihan Jambi, Fasha menilai perlu adanya kejelasan mengenai keberadaan dana dari hasil perdagangan karbon yang diklaim diperoleh Provinsi Jambi. Ia juga menekankan bahwa ketergantungan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari sektor ini sangatlah terbatas.

“Kami berpikir kalau berharap dengan APBN, itu nonsense, kecil sekali kemungkinan. Pertanyaannya, ke mana uangnya? Apakah betul-betul ada US$70 juta itu atau cuma tulisan saja?” tegasnya.

Ia juga mengusulkan agar Kementerian Lingkungan Hidup segera menjalin koordinasi intensif dengan seluruh kepala dinas di tingkat kabupaten, kota, hingga provinsi guna memastikan pengelolaan dan pemetaan perdagangan karbon dilakukan dengan baik.

“Saran kami kepada deputi, segera kumpulkan semua kepala dinas kabupaten/kota dan provinsi sebagai koordinator, untuk mengorganisir perdagangan karbon, karena mereka lebih paham,” lanjutnya.

Di sisi lain, Fasha mengungkapkan bahwa dirinya menerima sejumlah aspirasi dari para kepala dinas di daerah pemilihannya yang menyoroti kebijakan terkait kewajiban penyediaan kawasan hutan sebagai sumber karbon bagi para pelaku usaha di sektor minyak, gas, dan pertambangan.

Para kepala dinas tersebut mempertanyakan mekanisme kompensasi yang akan diterima serta kejelasan klausul dan metode perhitungan yang digunakan dalam transaksi karbon.

“Saya berasal dari Jambi, ada Taman Nasional Bukit Duabelas, Berbak, dan barusan ketika saya kunjungan dapil, banyak kepala dinas kabupaten/kota ingin bertemu dengan kami. Adanya peraturan yang mensyaratkan pelaku usaha migas atau pertambangan menyiapkan hutan untuk sumber karbon mereka. Apabila mereka tidak bisa menyiapkan itu maka mereka bisa, apakah pemda ada hutannya, ada seperti kompensasi,” ujar dia.

“Pertanyaannya, cara menghitung dan siapa buyer-nya nanti? Apakah sudah ada daerah, pemerintah daerah yang dapat kompensasi pembayaran karbon ini?” pungkasnya.