Penulis : Redaksi

 

Jambi — Lembaga Perlindungan Konsumen Nusantara Indonesia (LPKNI) mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati saat berbelanja melalui siaran langsung (live) di platform media sosial, khususnya TikTok. Imbauan ini disampaikan menyusul temuan praktik dugaan penipuan dalam transaksi pembelian daring yang dilakukan oleh tim investigasi LPKNI.

Ketua Umum LPKNI, Kurniadi Hidayat, mengungkapkan bahwa pihaknya melakukan pembelian sebuah smartphone merek VIVO V40 melalui live TikTok yang menawarkan diskon besar-besaran. Harga asli produk tersebut ditampilkan sekitar Rp6 juta, namun dijual hanya Rp1,4 juta.

“Tim kami sengaja memesan barang tersebut melalui sistem Cash on Delivery (COD), dan setelah paket diterima dan dibuka, ternyata isi barang sama sekali tidak sesuai dengan yang ditampilkan di siaran langsung,” ujar Kurniadi kepada Gemalantang, Jumat (18/7).

Menurutnya, ponsel yang diterima tidak memiliki merek, tidak ada label dagang, tidak terdapat petunjuk penggunaan berbahasa Indonesia, serta tidak mencantumkan logo SNI atau legalitas dari instansi terkait. Bahkan akun penjual di TikTok disebut telah berubah identitas usai transaksi.

“Ini jelas merugikan konsumen. Barang yang datang memang berupa ponsel, tapi tidak bermerek dan tidak memiliki legalitas apapun. Kami khawatir ini adalah barang ilegal yang sengaja dipasarkan melalui live di media sosial,” tambah Kurniadi.

Atas temuan ini, LPKNI meminta beberapa kementerian dan lembaga negara untuk segera turun tangan. Kurniadi meminta Bea Cukai menindak peredaran barang tanpa izin resmi yang masuk ke Indonesia, serta meminta Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menertibkan platform media sosial yang tidak melakukan verifikasi ketat terhadap akun bisnis.

“Platform seperti TikTok harus bertanggung jawab. Jangan sembarangan memberikan akses jualan kepada akun-akun yang tidak terverifikasi. Pemerintah melalui Komdigi harus tegas menertibkan hal ini,” tegasnya.

Selain itu, LPKNI juga mendesak Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian untuk menelusuri distribusi barang-barang tanpa standar legal tersebut karena dinilai merugikan negara dan melemahkan perlindungan terhadap konsumen.

“Ini bukan hanya soal kerugian uang. Ini menyangkut kepercayaan masyarakat terhadap belanja online dan kehadiran negara dalam melindungi konsumennya,” tutup Kurniadi. (*)