Penulis : Redaksi

BALI – Polemik mengenai struktur tarif cukai rokok elektrik kembali menjadi sorotan. Perkumpulan Produsen E-Liquid Indonesia (PPEI) mendesak pemerintah untuk segera mengevaluasi kebijakan cukai yang dinilai memberatkan pelaku industri, khususnya sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Desakan ini disampaikan dalam diskusi publik bertajuk “Tarif Cukai dan Dampaknya terhadap Industri Vape Dalam Negeri” yang digelar di Bali, Jumat (25/7/2025). PPEI menyoroti ketimpangan tarif cukai antara rokok elektrik jenis sistem terbuka (open system) dan sistem tertutup (closed system).

“Tarif cukai untuk open system naik hingga 19,5 persen per mililiter, sementara closed system hanya sekitar 6 persen,” ujar Prof. Ahmad Yunani, pakar ekonomi yang menjadi narasumber dalam diskusi tersebut.

Ia menilai perbedaan tersebut tidak proporsional dan menambah beban bagi pelaku usaha kecil yang mayoritas berada di segmen open system.

Dampak Ketimpangan Tarif Cukai terhadap Kelangsungan Industri Vape

Menurut data PPEI, ketimpangan struktur tarif tersebut telah menimbulkan tekanan serius terhadap sektor industri vape dalam negeri. Jumlah produsen e-liquid aktif di Indonesia tercatat mengalami penurunan tajam, dari sekitar 300 menjadi hanya 170 produsen dalam beberapa tahun terakhir.

Banyak pelaku usaha kecil tak mampu bertahan menghadapi beban cukai yang tinggi. Akibatnya, lapangan pekerjaan pun menyusut, dan rantai produksi yang mendukung ekonomi kreatif nasional ikut terdampak.

UMKM Terancam, PPEI Dorong Kebijakan Berbasis Ilmiah

Ketua Umum PPEI, Daniel Boy Purwanto, menegaskan bahwa polemik tarif cukai ini bukan hanya sekadar persoalan fiskal. Ia mendorong penyusunan regulasi berbasis riset dan pendekatan ilmiah.

Purwanto mengacu pada hasil riset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), yang menunjukkan bahwa kandungan zat berbahaya dalam rokok elektrik jauh lebih rendah dibandingkan dengan rokok konvensional.

“Meski tidak sepenuhnya tanpa risiko, rokok elektrik memiliki kandungan toksik yang jauh lebih rendah. Ini bisa menjadi alternatif risiko yang lebih rendah bagi perokok dewasa jika diatur dengan ketat dan bertanggung jawab,” jelasnya.

Melalui forum diskusi ini, PPEI berharap hasil kajian dapat menjadi bahan masukan penting bagi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dalam menyusun kebijakan fiskal yang lebih adil, inklusif, dan mendukung keberlangsungan industri lokal.

“Industri vape bukan hanya soal bisnis, tapi bagian dari ekosistem ekonomi kreatif yang menggerakkan banyak rantai pasok, mulai dari produksi hingga ritel,” tutup Purwanto.