Jambi – Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) terus menggencarkan penertiban kebun sawit ilegal di kawasan hutan, termasuk di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) wilayah Merangin, Provinsi Jambi. Upaya ini merupakan bagian dari target nasional Presiden Joko Widodo melalui Perpres Nomor 5 Tahun 2025 yang menugaskan Satgas PKH untuk menertibkan 3,7 juta hektare kebun sawit di kawasan hutan sebelum 17 Agustus 2025.
Ketua Pelaksana Satgas PKH yang juga Jampidsus Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah, menyatakan pihaknya telah menguasai kembali sekitar 2 juta hektare kawasan hutan, termasuk 101.105 hektare di TNKS. “Tindakan ini penting untuk menghentikan kerugian negara yang selama ini tidak tercatat dalam kas negara,” ujar Febrie di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta.
Berdasarkan data Kementerian Kehutanan, kawasan hutan di Indonesia saat ini mencapai 95,5 juta hektare atau 51,1 persen dari total daratan nasional, dengan angka deforestasi 2024 tercatat 175,4 ribu hektare.
Satgas PKH, yang dibentuk langsung oleh Presiden, mengandalkan tim gabungan dari berbagai instansi yang solid dalam eksekusi, penegakan hukum, dan perhitungan kerugian negara. Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dilibatkan untuk menghitung kerugian dari penguasaan lahan ilegal oleh pihak swasta maupun perorangan selama puluhan tahun terakhir.
Ultimum Remedium: Jalan Terakhir Setelah Pendekatan Persuasif
Ketua Indonesia Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) Jambi, Azhari, menegaskan bahwa tindakan Satgas PKH adalah bentuk ultimum remedium—langkah terakhir setelah pendekatan persuasif gagal. “Konflik agraria ini sudah berlangsung puluhan tahun tanpa penyelesaian yang jelas. Rakyat terlena dan lalai menggunakan jalur legal yang sebenarnya tersedia,” kata Azhari.
Azhari juga mengungkapkan bahwa petani masih dapat mengurus legalitas melalui mekanisme Kementerian Kehutanan agar berhak atas Dana Bagi Hasil (DBH) dan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD). “Kami yakin Satgas akan mengakomodasi itu jika prosedur ditempuh secara sah,” tambahnya.
Di Padang Lawas, tercatat sebanyak 1.600 kepala keluarga petani tengah mengurus izin pengelolaan atas 7.000 hektare lahan demi menghindari tindakan tegas Satgas PKH.
Kekhawatiran Warga dan Provokasi Janji Palsu
Kepala Balai TNKS Merangin, M. Zainudin, menyampaikan bahwa pihaknya belum mendapatkan informasi teknis rinci terkait operasi Satgas. Namun, ia mencatat kekhawatiran masyarakat terhadap kemungkinan relokasi paksa. “Ada kelompok-kelompok yang memprovokasi warga dengan janji pelepasan lahan tanpa dasar hukum,” ujarnya.
Penutupan RAM dan Sertifikasi Kopi
Salah satu taktik penertiban yang diterapkan Satgas adalah penutupan RAM (pengepul TBS), yang menyebabkan buah sawit dan kopi hasil kebun ilegal tidak laku dijual. Tindakan ini berdampak langsung pada perekonomian warga namun dinilai sebagai bentuk tekanan untuk menempuh jalur legal.
Khusus produk kopi, Azhari mengingatkan pentingnya kepemilikan sertifikat ecolabel (ISO 14020) agar bisa bersaing di pasar internasional, terutama Eropa dan Amerika. “Tanpa legalitas dan kepatuhan pada prinsip ramah lingkungan, produk kita akan ditolak pasar global,” pungkasnya. (*)
