JAMBI – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengungkap temuan mencengangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) keuangan Sekretariat DPRD Merangin tahun anggaran 2024. Sebanyak Rp1,8 miliar dari total belanja barang dan jasa diduga tidak digunakan sesuai peruntukannya.
Sejumlah nama, mulai dari pejabat, pegawai hingga pimpinan DPRD Merangin, disebut menerima aliran dana tersebut. Termasuk dua pimpinan DPRD periode 2019–2024 berinisial ZI dan HE, yang disebut dalam dokumen LHP BPK.
ZI diduga mengacu pada Zaidan Ismail, Wakil Ketua DPRD saat itu, sementara HE diyakini merujuk pada Herman Efendi, Ketua DPRD kala itu.
Dalam klarifikasi kepada BPK, bendahara pengeluaran Sekretariat DPRD, Yusmarni, mengakui bahwa sebagian dana digunakan oleh ZI dan HE dengan alasan sebagai pinjaman pribadi serta untuk keperluan kegiatan Sekretariat Dewan.
“Digunakan sebagai pinjaman kepada Sdr ZI dan Sdr HE serta kegiatan Sekretariat DPRD,” tertulis dalam LHP berdasarkan keterangan Yusmarni.
Namun, berdasarkan hasil pemeriksaan lebih lanjut, hanya pinjaman kepada satu orang saja yang dapat dibuktikan secara administratif, yakni kepada seseorang berinisial HR. Pinjaman yang disebut diberikan kepada ZI tidak memiliki bukti yang sah, dan bahkan ZI membantah pernah menerima dana tersebut.
Sementara itu, uang yang disebut diserahkan kepada HE disebut telah dikembalikan melalui mekanisme pemotongan uang perjalanan dinas dan belanja makan-minum.
Uang Mengalir ke Banyak Pihak di Sekretariat Dewan
Selain dua nama pimpinan DPRD, dugaan penyimpangan juga menyeret sejumlah pegawai dan pejabat internal Sekretariat Dewan. Bahkan, Plt Sekwan saat itu disebut turut terlibat dalam penggunaan dana belanja barang dan jasa tersebut.
Menurut hasil audit BPK, sepanjang tahun 2024, bendahara pengeluaran mencairkan total anggaran belanja barang dan jasa sebesar Rp4,4 miliar. Namun, hanya Rp2,6 miliar yang benar-benar diterima penyedia jasa atau rekanan.
Artinya, selisih Rp1,8 miliar tidak jelas penggunaannya dan diduga kuat mengalir ke kantong pribadi bendahara, sejumlah staf, serta Plt Sekwan.
Modus dugaan penyimpangan itu disebut dilakukan dengan cara meminta “cashback” dari para penyedia jasa setelah pencairan anggaran.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari pihak-pihak yang disebut dalam LHP BPK. Upaya konfirmasi kepada pihak terkait masih terus dilakukan.
