“Jadi tolong dievaluasi dulu, positifnya apa dari retret itu,” imbuh dia.
Ia juga mengkritik retret yang menurutnya bergaya militer. Ray mengatakan yang dibutuhkan masyarakat adalah pemerintahan yang mau mendengar dan berdialog, bukan yang bergaya militer.
“Ini ironi, yang militer masuk jabatan sipil, yang sipil gaya militer,” kata Ray.
Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Misbah Hasan berpendapat di tengah efisiensi anggaran, harusnya retret bagi sekda tidak perlu dilakukan.
“Kepala daerah bersangkutanlah yang punya tanggung jawab mendeliver materi-materi hasil retret kepada jajarannya. Bukan hanya kepada sekda tapi juga perangkat daerah lainnya,” ujarnya.
Jangan pakai APBN
Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah berpendapat retret seharusnya cukup di tingkat kepala daerah, bukan sekda. Trubus mengatakan sekda bukan pengambil kebijakan di daerah.
Menurutnya, rencana itu juga memboroskan anggaran negara.
“Nanti kalau sudah sekda, ada retret tingkat bawahnya lagi, tingkat OPD, jadi proyek pemborosan anggaran, enggak ada urgensinya, ujung-ujungnya pemborosan anggaran. Manfaat untuk publik apa?” kata Trubus.
Jika memang ingin tetap digelar, ia menyarankan pemerintah untuk tidak menggunakan dana dari APBN. Trubus mengatakan APBN harus digunakan untuk hal-hal yang berdampak ke masyarakat.
“Public private partnership misalnya, jangan andalkan APBN,” katanya.
(yoa/wis)
