Penulis : Redaksi

“Apa yang kita lihat adalah bagian dari pasar kejahatan dunia maya yang mapan, tempat kredensial dipanen melalui infostealer, kampanye phishing, dan malware lainnya, kemudian dikumpulkan, diperkaya, dan dijual kembali – bahkan berkali-kali,” tuturnya.

“Apa yang disebut ‘daftar kombo’ ini terus diperbarui, dikemas ulang, dan dimonetisasi oleh berbagai pelaku di dark web – dan sekarang semakin banyak tersedia di platform yang dapat diakses publik,” imbuhnya.

Menurut Galov, yang perlu diperhatikan dalam kasus ini bukanlah fakta adanya pelanggaran berskala besar, tetapi Cybernews mengklaim bahwa kumpulan data tersebut untuk sementara waktu diekspos ke publik melalui saluran yang tidak aman. Hal ini membuat data-data tersebut dapat diakses oleh siapa saja yang menemukannya.

“Berita ini menjadi pengingat yang baik untuk fokus pada kebersihan digital dan melakukan audit pada semua akun digital Anda. Perbarui kata sandi Anda secara berkala dan aktifkan autentikasi dua faktor (2FA) jika belum diaktifkan. . Jika penyerang telah memperoleh akses ke akun Anda, segera hubungi dukungan teknis untuk mendapatkan kembali kendali dan meninjau data lain apa yang mungkin telah terekspos,” kata Anna Larkina, Pakar Analisis Konten Web di Kaspersky.

Kebocoran 16 miliar data

Sebelumnya, sebuah laporan terbaru mengungkap bahwa lebih dari 16 miliar informasi kredensial login, termasuk password, telah bocor dan tersebar luas di internet. Ini merupakan insiden peretasan terbesar yang pernah terjadi sepanjang sejarah.

Laporan ini berasal dari Cybernews, sebuah blog teknologi yang kerap mengulas soal kebocoran data. Dalam laporannya, Cybernews mengungkap bahwa 16 miliar password yang bocor itu berasal dari 30 database yang berbeda di internet.

Menurut para peneliti 16 miliar data, yang tersimpan dalam sejumlah dataset itu, mencakup miliaran password login media sosial, VPN, hingga portal developer.

“Ditemukan 30 dataset yang bocor, masing-masing berisi antara puluhan juta hingga lebih dari 3,5 miliar data,” kata peneliti keamanan siber Vilius Petkauskas, melansir Forbes, Jumat (20/6).