“Gejala yang tidak teratasi pada masyarakat awam dapat menyebabkan kematian,” tutur Atik.
Jenis pengobatan
Fenomena masuk angin ini disebut memiliki jenis pengobatan yang beragam pula.
Atik mencontohkan beberapa pengobatan yang dilakukan perorangan bisa berbeda. Dalam penelitiannya, ia menemukan salah satu kasus keluarga yang mengobati balitanya yang masuk angin dengan menggosokkan kotoran sapi di perut anak tersebut.
Contoh lainnya ada pada salah satu petani pemilik sapi yang meminum minuman ringan (soft drink) untuk mengobati masuk angin.
Namun, ada satu pengobatan yang bersifat komunal, yaitu kerokan yang bagi orang Jawa adalah pengobatan utama bagi masuk angin.
“Menggurat bagian-bagian tubuh dengan koin dan minyak gosok atau sejenisnya mampu menimbulkan rasa hangat,” katanya.
Pada metode ini, dunia medis disebut memiliki pandangan yang berbeda-beda. Ada anggapan bahwa kebiasaan ini dapat merusak kulit dan pembuluh darah, sedangkan di sisi lain kerokan dianggap efektif mengatasi masuk angin, utamanya bila dilakukan dengan tepat.
Cara-cara kerokan juga beragam seperti dengan dimulai dari punggung bagian atas hingga pinggang atau posisi koin yang dimiringkan.
Atik menjelaskan bahwa kerokan yang dilakukan dengan rasa sakit justru tidak efektif. Kerokan harusnya membantu pembuluh darah lancar sekaligus meningkatkan suhu tubuh.
“Dengan demikian, prinsip pengobatan ini sesuai dengan prinsip pemikiran sehat-sakit dalam budaya Jawa,” pungkasnya.
Buah pemikiran Atik mengenai fenomena masuk angin dalam budaya Jawa ini mengantarkannya sebagai salah satu dari 17 guru besar aktif di Fakultas Ilmu Budaya dan termasuk 532 guru besar aktif yang dimiliki di tingkat universitas.
