Penulis : Redaksi

Ia mengingatkan bagaimana perang Ukraina dan Rusia yang melahirkan disrupsi global. Yayan mewanti-wanti rangkaian bahaya menunggu jika Indonesia terus diam, mulai dari merosotnya perdagangan internasional, turunnya pendapatan per kapita, sampai koreksi pertumbuhan ekonomi.

“Penurunan nilai tukar, penurunan permintaan perdagangan luar negeri sehingga berdampak pada penurunan ekspor, kemudian penurunan pendapatan masyarakat. Dengan adanya peningkatan harga minyak akan berdampak pada peningkatan harga BBM yang memiliki multi round effect,” jelas Yayan.

Yayan menunjuk wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara sebagai dua kawasan yang akan gigit jari, andai Selat Hormuz benar ditutup. Menurut perhitungannya, Singapura selama ini memborong 663 ribu barel minyak dari Iran.

Sedangkan Indonesia adalah pengonsumsi minyak yang dibeli Negeri Singa itu.

Yayan memproyeksi harga minyak dunia bisa terbang hingga US$145 per barel kalau Iran menutup Selat Hormuz. Lonjakan harga ini berpotensi terjadi jika blokade benar-benar dilakukan Iran dan berlangsung cukup lama, setidaknya dalam jangka waktu bulanan.

“Jika kita lihat dengan kondisi perang seperti ini, justru dengan menutup Selat Hormuz dalam jangka waktu relatif panjang itu akan merugikan Iran. Karena pembiayaan untuk perang jika tidak diimbangi dengan aktivitas ekonomi yang kuat, saya kira itu akan menyebabkan Iran tidak mampu bertahan dalam jangka panjang,” prediksinya.

“Jadi, dipastikan bahwa kemungkinan aktivitas ekonomi akan tetap berjalan. Iran juga sangat memerlukan Selat Hormuz karena itu salah satu trade hub untuk melakukan aktivitas perdagangan dengan negara lain,” tegas Yayan.

Di lain sisi, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengingatkan bahwa Indonesia sudah berstatus net importir minyak. Ini terjadi imbas produksi di Tanah Air yang hanya bisa menyentuh kisaran 600 barel di tengah kebutuhan dalam negeri yang tembus 1,6 juta barel minyak per hari.

Komaidi menyarankan pemerintah segera menghemat BBM yang dijual di pasar. Ia mendorong penggunaannya benar-benar dimaksimalkan untuk transportasi publik. Menurutnya, cara ini cukup ampuh dalam menghadapi gejolak dalam jangka pendek sampai jangka menengah.